Kamukah Pelaku Perundungan?
Umur W 13 tahun ketika ia pergi
berkemah bersama teman-temanya. Suatu ketika sebagian peserta kemah pergi
trekking ke hutan, termasuk J. J diam-diam membawa perangkat video game yang
sebenarnya dilarang. Saat J pergi, anak-anak lain yang tinggal di kemah
bergantian memainkan video game itu. Perangkat itu akhirnya disita oleh
pemimpin perkemahan. Saat J pulang, M, salah seorang teman W, menuding W
sebagai orang yang memainkan video game J sehingga disita, padahal itu adalah
kesalahan bersama semua anak yang ikut bermain. Anak-anak lain ikut-ikutan
mengejek W. Teman-teman akrab W pun menjauhinya karena mereka takut akan
menjadi target olok-olok juga. Salah seorang kakak pembina yang mengetahui hal
ini bersikap sangat manis pada W, tetapi ia tak pernah menegur M karena
menganggap masalah itu tidak serius. Sementara itu, kakak pembina lainnya
mengetahui kejadian tersebut, tetapi sama sekali tidak berbuat apa pun dan
berpura-pura sibuk dengan aktivitasnya. Setelah kejadian tersebut W berubah
menjadi penyendiri dan pemurung.
Cerita perundungan di atas sering
terjadi tanpa kita sadari. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mencatat grafik angka perundungan yang terus meningkat setiap tahun di
Indonesia.
Angka ini memprihatinkan karena
penelitian di Jurnal Psychiatry Molecular menemukan bahwa aksi
perundungan selain mengganggu perkembangan psikologis juga menyebabkan
perubahan fisik di otak dan meningkatkan kemungkinan penyakit mental, seperti
gangguan kecemasan.Yang menyedihkan, banyak anak tidak menyadari bahwa mereka
turut berperan dalam perundungan. Lingkaran perundungan di bawah ini
menunjukkan berbagai macam cara anak bisa terlibat atau bereaksi terhadap
situasi perundungan. Setelah memahami lingkaran ini, diharapkan kita semua bisa
berperan dalam mencegah perundungan.